Minggu, 28 Agustus 2011

Fabrique (Fan Fiction)


 “Berapa lama lagi kau akan tinggal?” tanya seorang gadis perempuan yang masih memakai piyama.
“Kira-kira sampai sekitar 2 jam kedepan,” anak lelaki itu menjawab dengan meneruskan aktifitas packing barang dan baju yang akan dia bawa nanti. Berpikir bahwa semuanya sudah beres, ia langsung menenteng tas besarnya keluar ruangan tersebut. Tapi langkahnya terhenti ketika ia hendak menuruni tangga.
“Carlota?”
“Hm?” gadis itu perlahan muncul dari pintu ruangan tadi.
“Apa Gerard meneleponmu?”  ia menggelengkan kepala. Anak lelaki itu mengambil nafas sebentar sebelum akhirnya meneruskan pekerjaan yang akan dia lakukan tadi, menuruni tangga. Setelah sekitar 15 anak tangga yang ia tapaki sampai ia duduk tepat berada di samping jendela, ia bersikap seperti sedang menunggu seseorang.
“Mama yakin dia pasti akan datang, sebentar lagi nak,” seorang wanita menghampirinya sambil membawa secangkir teh.
“Bagaimana kalau dia marah denganku?”
“Dia gak marah, dia hanya berusaha untuk menerima situasi ini. Kau harus percaya dengan dia Cesc. Dia sahabatmu sejak kecil,” wanita itu mengelus kepala anaknya yang baru berusia sekitar 16 tahun. Tak berapa lama kemudian, terdengan suara ketokan pintu. Cesc yang menyadari bahwa ada seseorang yang akan datang, langsung memeberi isyarat kepada Carlota, adiknya yang hendak membuka pintu depan agar dia sendiri yang akan menyambut tamu tak diketahui tersebut. Senyum di wajahnya seketika hilang saat dia mengetahui siapa orang di balik pintu rumahnya. Pria itu sungguh tegap, dengan dasi dan jas yang menghiasi tubuhnya, menandakan bahwa dia bukan orang sembarangan.
Are you ready boy?” tanyanya sambil memegang pundak Cesc. Cesc yang kurang fasih dalam berbahasa Inggris hanya diam. Mamanya muncul dari belakang Cesc kemudian mempersilahkan tamunya untuk masuk. Ia sama sekali tidak memperdulikan apa yang sedang pria itu bicarakan dengan orang tuanya. Sesekali ia mendengar tawaan yang keluar dari mulut Papanya. Tapi ia tidak perduli, toh ia juga tak begitu faham dengan bahasa Inggris. Ia memandangi Carlota yang sejak daritadi berdiri di depan cermin. Kadang ia tersenyum melihat tingkah laku adiknya seolah seperti seorang anak perempuan yang terobsesi menjadi seorang selebriti.
“Psst”
“Cesc, kalau kau bertemu dengan Prince Harry di London nanti….” belum Carlota menyelesaikan omongannya, Cesc menyuruh adiknya untuk diam.
“Kau dengar sesuatu?” tanya Cesc. Carlota melihat kakaknya penuh kebingungan. Cesc menoleh sekitar tempatnya, mencoba mencari sumber suara yang dia dengar tadi. Yang ia lihat, hanya sebuah senyuman yang muncul dari wajah adiknya.
“Kenapa?” Cesc mengernyutkan dahinya.
“Gerard?” Carlota dengan setengah berteriak memanggil nama sahabat kakaknya itu. Cesc tanpa pikir panjang langsung membalikkan badannya. Ia tertawa geli melihat Gerard memakai kaos Arsenal yang ukurannya terlalu besar untuk badannya. Carlota pun ikut menertawakan Gerard.
“Aku terpaksa memakai yang ini. Habisnya saat aku membeli kemarin, hanya ukuran ini yang tersisa,” Gerrard berkata dengan polosnya.
“Apa maksudmu memakai kaos itu?” Carlota bertanya dengan lembutnya.
“Ehm begini, sebenernya ini adalah masalahku dengan kakakmu. Boleh kau tinggalkan kami sebentar?” Carlota menghiraukan permintaan Gerrard, “sepuluh menit?” tambah Gerrard.
“Lima menit!” jawab Carlota tegas. Dalam hitungan tiga detik, Carlota sudah tak berada lagi di ruangan tadi, hanya Cesc dan Gerard.
“Dengar, mungkin kau pikir aku adalah sahabat yang paling bodoh di dunia yang mendiamkanmu selama hampir tiga hari hanya karena masalah sepele ini,”
“Ini bukan masalah sepele,” sanggah Cesc.
“But I was mad at you,” Cesc kali ini mengerti kalimat bahasa Inggris yang diucapkan Gerard. Entah apa yang bisa membuatnya menangkap perkataan bahasa yang sama sekali tidak ingin dia kenalnya itu.
“Lalu?”
“I want to apologize,” Cesc mendiamkan perkataan Gerard.
“Kalau kau tak mau memaafkanku, It’s alright. Aku memang yang salah,”
“Kau tak perlu meminta maaf. Dan kau tak punya salah apa-apa. Sudah sewajarnya seseorang berperilaku seperti itu jika sahabatnya akan pergi meninggalkan dia,” Gerard membalas perkataan Cesc dengan senyuman.
“Kenapa kau tak bilang kalau kau bisa bahasa Inggris? kalau aku tahu seperti ini, seharusnya  dari awal aku memintamu untuk mengajarkanku,”
“Ha Ha. Aku hanya bisa sedikit-sedikit kok.” Terdengar suara langkah kaki menuju tempat duduk mereka berdua,
“Carlota?”
“Sudahlah Cesc. Biarkan dia bersama kita,” pinta Gerard. Ia tahu betul perasaan Carlota yang ingin terus dekat dengan kakaknya, sebelum kakaknya pergi ke Negara Elizabeth.
“Kau pasti balik lagi ke Barcelona kan Cesc?” kali ini Carlota yang berbicara.
“Tentu,” jawab Cesc sambil tertawa kecil. Ketiga orang tersebut kemudian melanjutkan perbincangan mengenai rencana-rencana kecil yang Cesc siapkan ketika ia telah mendarat di London nantinya.


Dua jam pun berlalu begitu cepat, orang tua Cesc segera memanggil anak lelakinya untuk bersiap-siap pergi bersama tamunya tadi, seorang scout Arsenal yang dikirim oleh Arsene Wenger untuk menjemput Cesc.
“Ens veiem a Barcelona Cesc, (See you in Barcelona)” Gerard berkata sambil memeluk Cesc.
“Segur germà, (Sure bro)” Cesc meyakinkan perkataan Gerard. Ia kemudian memeluk adiknya yang sejak tadi terlihat sangat tidak ingin melihatnya pergi. Tangannya membelai rambut halus adiknya yang terurai terkena angin.
“Te quiero, mi hermana, (I love you my sister)” Cesc mencium kening adik kesayangannya itu. Kemudian bergantian memeluk kedua orang tuanya. Sambil dituntut oleh pria berjas tadi, ia berjalan perlahan menuju mobil yang akan membawanya ke Bandara. Setelah masuk ke dalam, ia membuka kaca jendela mobil itu. Dilihatnya orang tua, adik dan sahabatnya melambaikan tangan kepadanya. Suatu kebiasaan yang dilakukan oleh orang orang ketika berpisah. Cesc hanya membalasnya dengan senyuman. Mobil yang ia naiki perlahan bergerak. Menyadari hanya beberapa detik lagi ia akan berpisah dengan keluarganya, ia mengeluarkan kepalanya  dari jendela dan berteriak bahwa dia akan merindukan mereka semua. Sekejap dia melihat tangan Gerard menggenggam tangan Carlota. Hah? Apa maksudnya? Gumamnya dalam hati. Entahlah. Mungkin Gerard hanya berusaha menghibur Carlota, pikir Cesc.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar